BULELENG; DARI LUMBA-LUMBA, PANTAI, DAN OBROLAN YANG PANJANG
Setelah mengingat-ingat di tahun ini, aku sudah melewati banyak hal, sudah bekerja dengan sungguh-sungguh dan juga merasakan emosi-emosi yang kadang akhirnya terpendam aja. Dari beberapa bulan kemarin, sudah kuniatkan untuk mengapresiasi diriku sendiri dengan jalan-jalan. Ngga harus jauh, tapi butuh waktu yang lama aja untuk menikmati me time. Bulan yang lalu, rencanaku adalah pergi ke Ibu kota dan Bandung. Tapi karena mungkin belum rezekinya aja, jadinya juga batal.
Dan di Desember kali ini, memang ada acara IPM yang berlokasi di Bali, jadi kupikir kenapa ngga momen ini aja sekalian kukabulin? Dari tulisan ini dibuat, sebenernya aku udah hampir 2 minggu di Bali. Sekitar 4-5 harian ngurusin acara IPM dan sisanya bener-bener menikmati waktu me time-ku.
Sebenernya ngga banyak tempat yang ku list di Bali, aku cuma pengen ke Nusa Penida sama ndaki Gunung Batur. Tapi ternyata ke Bali kali ini bener-bener dikasi kemudahan sama Allah buat dapetin momen-momen yang ngga bakal dilupain.
Melihat Lumba-lumba di Pantai Lovina, Bali
Siapa yang kira, berawalkan dari aku mengirim pesan ke temen SMP-ku dulu di Mu'allimaat kalau aku ada acara di Bali dan pengen ketemu aja untuk ngobrol dan menanyakan kabar, malah membawaku bisa bersilaturahmi langsung ke rumahnya di Singaraja (yang jarak dari Kota Denpasar butuh waktu tempuh 4 jam-an) dan juga bisa punya kesempatan melihat lumba-lumba di Pantai Lovina.
Nih kalau di maps, Buleleng bener-bener berada di ujung utara Pulau Bali |
Setelah selesai rangkaian acara IPM, malam harinya kita langsung pergi ke rumah Bughy di Singaraja. Badan capek juga hilang karena saking excited nya kita bisa dikasih kesempatan untuk melihat lumba-lumba langsung di laut lepas. Jam 1 WITA kita sampai dan langsung istirahat, karena keesokan paginya kita harus pagi-pagi sekali pergi ke bibir pantai untuk naik kapalnya. Oh iya dan alasan utamanya, karena si lumba-lumba itu akan muncul pada saat matahari terbit.
Sehabis sholat shubuh, kita pun pergi ke pantai dan langsung naik kapal yang udah disiapin. Selama perjalanan, bener-bener deh mata dimanjain sama pemandangan yang indah banget. Ku inget-inget lagi pantainya hampir mirip sama pantai di Pulau Mahitam yang ada di Lampung.
Dari bibir pantai, butuh sekitar 15 menit buat sampai di tengah lautan dan spot yang emang seringkali si lumba-lumba ini muncul. Kagetnya, ternyata udah banyak kapal yang bertengger di sana dengan motif yang sama: menunggu si lumba-lumba nongol di permukaan laut. Momen saat kepala atau moncong lumba-lumba itu muncul tuh jadi seru banget, selain kita harus siap siaga dan peka akan pergerakkannya, tapi yang jadi tambah seru adalah, si kapal-kapal ini seakan berlomba-lomba untuk mendekati si lumba-lumba. Agak kasian juga sih sama si lumba-lumba, pasti dia juga ngga nyaman harus diganggu sama kapal-kapal berisik ini yaa..
Sehabis dari spot melihat lumba-lumba itu, kita diajak buat ke rumahnya Bughy dan mampir ke kawasan sekolah Muhammadiyah-nya. Mulai dari SD, SMP, SMA, dan juga ada mushola yang pada saat kita di sana lagi ada pengajian gitu di dalamnya. Kita di sana numpang bersih-bersih diri dan istirahat sebentar dan langsung ke rumah Bughy yang ngga jauh dari sana.
Suprissingly, rumahnya Bughy bener-bener deket banget sama pantai. Paling cuma 100 meter langsung bisa manjain mata sama pemandangan laut yang super bagus. Aku ga bosen untuk bilang ke Bughy kalau dia beruntung banget rumahnya lokasinya di situ hehe.
Ngga hanya itu, sesampainya di rumah kita juga dibuat kagum sama koleksi buku Bughy dan adiknya, Ria. Jujur aja, setiap kali aku mau beli buku dan lagi kehabisan bahan bacaan, aku pasti sering ngestalk instagramnya Bughy atau ngga nanya ke Bughy kira-kira ada rekomendasi buku yang bagus ngga. Dan sesampainya di rumah, jadinya seneng banget, bisa ketemu sama si rak buku ini hihi.
With my idol di depan rak bukunya |
Setelah amaze sama buku bacaanya Bughy, kita ngobrol sama Bapak Ali (Bapaknya Bughy) yang saat ini menjadi ketua PDM Buleleng. Mengobrol dari bagaimana ia ber-toleransi di daerah situ, meceritakan budaya Bali, sampai menceritakan nasib perempuan Bali yang hidupnya seperti tidak punya pilihan. Wah ini asli seru dan mindfull banget, sampai-sampai kita se-rombongan ngefans sama Pak Ali at the first time kita ketemu, karena beliau se-keren dan se-baik itu.
Siang itu, pertemuan kita diakhiri di depan warung sate plencing dan es bir. Padahal baru sehari menghabiskan waktu bersama, tapi ya namanya perpisahan pasti akan meninggalkan perasaan yang sedih, ya.
Ini es nya seger banget, luvvv |
Sekali lagi, terima kasih buat Bughy, Ria, Pak Ali dan Ibu yang benar-benar sudah menjamu kita dengan jamuan yang MashaAllah komplitnya. Direpotin sama anak-anak ini. Semoga Allah yang langsung ngebalesnya, ya :')
Denpasar, 17 Desember 2021
Komentar
Posting Komentar