YOU DID IT, NADHIFAH
Fyuhhh setelah sekian lama ngga log-in di blog ini, akhirnya hari ini kubuka lagi setelah sekian lama. Di tahun ini saking banyaknya kejadian yang "mengagetkan" karena sangat jauh dari ekspetasi pun list yang ku susun di awal tahun kemarin jadinya mau menulis untuk bercerita pun sudah tak bisa, karena tenaganya sudah tergerus duluan.
Satu peristiwa di tahun ini yang sangat disyukuri di akhir tahun ini adalah, akhirnya aku sampai di titik ini, di titik akhir penulisan skripsi. Karena sungguh, dalam prosesnya sampai jungkir balik untuk menuntaskannya. Mungkin semuanya sama-sama punya cerita perjuangannya masing-masing saat menulis skripsi, tapi jujur perjuangan menulis skripsi yang sebegininya benar-benar di luar ekspetasiku.
Mendengar dan melihat secara langsung perjuangan orang-orang terdekat yang sudah duluan bergelut dengan skripsi, membuatku yakin pada awalnya, kalau aku mampu untuk menyelesaikannya dalam waktu singkat, terlebih memang setiap hari saya bisa dan betah di depan laptop berjam-jam. Tapi memang anaknya yang ngga hoki, tetep penulisan skripsi ini ada aja dramanya, yang menyebabkan aku harus menghabiskan waktu 1 tahun untuk menaklukkannya.
Menunggu di depan kantor jurusan hampir 7 jam dan berakhir ke luar kampus langitnya udah gelap, email di anggurin sampai satu bulan, dan dimarahin Pak Supri karena banyak typo nya haha. Hal-hal itu kadang membuat aku ga percaya diri akan kemampuanku, menggeser timeline sampai akhirnya timelinenya aku buang dan let it flow aja, saking udah pasrahnya. Belum lagi, seringkali dalam prosesnya, saya sering bandingin diri saya dengan org lain. Padahal saya tahu bahwa nulis skripsi itu bukan suatu perlombaan. Tapi begitu memuakkan, kalau teman yang perjuangannya (menurutku) lebih sedikit malah bisa lulus duluan. Lagi dan lagi aku mengaku salah, karena menilai perjuangan seseorang bukan dari prosesnya tapi hanya hasilnya.
Setelah sempat jatuh dan sama sekali tak menyentuh naskah skripsi saya selama 3 bulan karena kasus si corona ini, akhirnya aku pun bangkit lagi. Mengolah data yang ternyata bikin gemes sendiri karena butuh ketelitian dan keuletan. Hampir dua minggu seperti bersemedi di dalan kamar, hanya keluar saat mandi, makan, dan ambil wudhu. Tidur hanya dua sampai tiga jam, itu pun terkadang saya tidur di atas sajadah karena ketiduran wkwk. Emang se ambis itu kalau lagi on fire banget. Alhamdulillah wa syukurillah, ibu dan Bapak seakan mengerti saya yang lagi pusing waktu itu. Mereka sama sekali ngga nuntut apa-apa sebenernya, bahkan dukungannya kerasa banget. Contohnya nih, disaat begadang olah data, Bapak serinngkali masuk ke kamar sambil bawa semangkok mie instan karena tau aku belum sempat makan, beda hal dengan Ibu yang setiap jam 3 pagi kamarnya terbuka dan sholat malam untuk menyebut namaku di setiap doanya. Kurasa, dukungan kedua orang tua ku yang bisa membuatku kuat untuk membakar selalu bara semnagat ku untuk menyelesaikannya.
Di momen-momen akhir penyusunan bab terakhirku, ternyata juga masih Allah kasih ujian buat aku . Ujian yang Allah kasih saat itu benar-benar membuat perasaanku meradang. Bukan dengan Bapak dan Ibu, tapi di waktu itu akhirnya aku sempat tak pulang ke rumah selama 3-4 hari. Selama itu, aku mencari obat, dengan mendengarkan cerita dari orang-orang terdekat dan mencoba hal-hal baru. Mungkin lukanya terasa sangat meradang karena aku memendamnya dalam waktu yang ngga sebentar. Menutupinya dengan senyuman dan basa-basi belaka, kemarin karena sudah sampai puncaknya akhirnya semuanya tumpah ruah beserta tangisan. Sesak sekali rasanya, tapi alhamdulillah semuanya sembuh saat bertemu dengan orang-orang tersayang.
Selang dua minggu dari masalah itu, pembimbingku akhirnya meng-acc skripsiku. Antara seneng dan takut, akhirnya aku urus semua administrasi dan jadwal ujiannya. Setelah keluar tanggal ujian, akhirnya satu per satu orang aku kirim pesan untuj minta maaf dan minta doa untuk ujianku. Hal yang sama yang ku lakukan dulu sebelum ujian masuk kuliah. Entah mengapa, aku percaya kekuatan doa dari orang-orang, ya minimal segala doa baiknya dan ucapan mereka yang manis sebagai kekuatan diriku untuk percaya diri agar lebih bisa menguasai materi secara optimal.
Akhirnya pagi itu sekitar jam 9 pagi setelah sarapan dan salim ke Bapak dan Ibu, aku sidang online. Kurang lebih 1,5 jam lah dan tentunya berakhir tangisan wkwk. Bukan karena ngga bisa jawab atau banyak revisinya, tapi terharu saat Pak supri (pembimbing skripsi) menanyakan kalau aku sudah puas belum dengan penelitianku ini. Alhasil di pikiranku seakan throwback drama-drama saat penulisan skripsi. Selesai ujian aku langsung lari ke dalam umah dan langsung dipeluk Bapak yang juga menangis haru karena akhirnya anaknya lulus juga. Kalau dipikir-pikir ujian era pandemi ini emang cita-citaku, karena bisa langsung didampingi orangtua dan orang tersayang, pun ngga ngerepotin orang banyak hehe. Alhamdulillah alhamdulillah semuanya diwujudin sama Allah.
Di hari itu, diingetin lagi kalau masih banyak banget orang sayang sama aku. Doa-doa baik dan manisnya bener-bener bikin perasaan hangat dan terharu. Sekali lagi terima kasih ya!
Terakhir, yg paling penting adalah aku berterima kasih sama diriku sendiri. Udah mau bertahan selama satu tahun ini, ditempa berkali-kali tetep mau bangkit lagi. Meskipun banyak tangisan, sambatan, juga hampir nyerah, nyatanya aku bisa ngelewatin semua prosesnya, and you did it as well, Nadhifah. Di hari itu, rasanya aku bangga banget sama diriku sendiri. Dan semoga kedepannya selalu begitu ya!
Kado spesial dari Mba Urfi. sweet banget ya :)) |
Komentar
Posting Komentar