#ASKME 1 MENJADI BIASA LAGI?
Hallo!
Karena lagi iseng dan gabut, aku pengen nulis sesuatu di
blog. Sore ini setelah melewati pagi yang panjang gar- gara ada tes wawancara
untuk panitia ospek dan siangnya aku dijemput pulang sama dua jagoanku, bapak
dan Hanip. Sorenya aku ga ada kerjaan dan iseng buat snapgram tentang harusnya
aku nulis tentang apa dan kalau ada pertanyaan ke aku silahkan DM. Ternyata
pertanyaan nya banyak macemnya, dari yang iseng nanya soal ga jelas, nanya
tentang Mu’allimaat, tentang IPM, tentang baper- baperan sampai nanyain kabar
seseorang yang dulu pernah deket sama aku (khusus pertanyaan terakhir aku ga
bisa jawab wkwk, karena ya emang udah lama ga kontakkan jadi ya gitu hihi)
Akhirnya kumemilih untuk menyimpulkan beberapa pertanyaan
yang udah aku dapet, ya semoga aja semuanya terjawab dengan memuaskan ya
teman-teman, karena sejujurnya saya kuliah di jurusan ekonomi bukan jurusan
psikologi hehe. Jadi ini menurut pandanganku, dan belum tentu semuanya bener
dan semuanya ga harus kamu sependapat, ya itung itung iseng iseng aja yak
“Mau tanya Kak, gimana caranya biar bersikap biasa biasa aja ketika
sesuatu itu sudah tidak biasa?”
Jawaban simple nya, biarkan waktu yang mengikhlaskan semua
dan merubah semuanya menjadi yang tadinya “tidak
biasa” menjadi “biasa” lagi
Aku mau cerita, pernah sesekali aku kagum, nyaman sama
seseorang yang sudah sangat kukenal dengan waktu yang tak sebentar. Semuanya
berjalan seperti yang aku harapin, kita sama sama di satu hobi yang sama, aku
juga sering bertukar pendapat waktu itu sama dia, dan aku menilai dia orang yg
tepat, untuk semua hal yang aku rasain aku ceritakan ke dia. Entah bagaimana
Allah tuh ngasih ujian ke aku dengan indahnya, sosok dia ini mashaAllah baik
nya kebangetan. Nganterin makanan malem malem ke asrama, selalu siap mendengar keluh
kesahku tentang ujian, atau selalu ngajak jalan jalan disaat aku lagi suntuk
diasrama.
Awalnya karena kita emang temenan, ya aku rasa itu wajar saja, karena
toh kita juga sudah lama kenal, dan bukannya fungsi dari pertemanan adalah
saling mendengarkan kisah satu sama lain?
Sampai tiba saatnya disaat, aku dapet kabar dari seseorang
kalau dia deket sama seseorang disana. Entah mengapa aku meracau, kacau dan
ngerasa dibohongi aja gitu. Aku nyalahin dia yang PHP lah, yang pembohong lah,
yang sukanya mainin cewek lah. Parah memang.
Dan aku baru sadar kalau ini bukanlah pertemanan biasa lagi,
sudah ada yang “tidak biasa”disini.
Diwaktu yang bersamaan aku luapkan semua amarahku,
kekecewaanku ke dia, dan aku memilih untuk memberi jarak. Jangan ditanya nasib
pertemananku bagaimana, semuanya terasa abu-abu.
Beberapa bulan dirundung kegalauan yang alay, aku memilih
untuk belajar memafkan dan melupakan ya dengan fokus di berbagai hal. Dari cari
Univ, ikut berbagai organisasi dan yaa berjarak dengan dia.
Setahun lamanya, akhirnya kita dipertemukan lagi di satu
acara. Mau ga mau ya ketemu. Dia masih sama saja. Aku ngga bohong kalau ada
yang bergetar di perasaanku. Bukan, itu bukan perasaan nyaman atau kagum
seperti dahulu kala, yang saya rasa adalah rasa kecewa saya yg begitu dalam.
“Hei, apa kabar?” dia nyapa saya duluan
“Alhamdulillah ya begini begini saja, baik.” Seadanya saya
menanggapi.
Dan ya saya tidak berani mentap matanya saat mengobrol,
entahlah rasanya sakit saja. Saya sudah memafkan padahal.
Semenjak saat itu kita mulai mencair, satu dan dua lain
kesempatan aku minta bantuan, seadanya. Ya hitung hitung menunjukkan ke temen
temen saya yang lain, kalau kita memang baik-baik saja, tidak bertengkar
meskipun (mungkin) kita saling memeluk luka kita sendiri.
Pada satu malam itu aku diajak ketemu untuk membahas beberapa
hal. Aku bilang iya aja, dan ngasih syarat kalau dia harus bawa beberapa temen.
Jangan beranggapan bahwa semuanya menjadi biasa lagi seperti dulu, aku bebas tertawa
atau bercerita seperti dahulu. Bahkan malam itu aku malah lebih asyik bercerita
sama temen yang dia bawa. Setelah itu aku pamit. Ya seadanya.
Sampai saat ini semuanya berjalan seadanya, tapi aku nyaman
seperti ini. Sama sekali ngga ada rasa kagum atau rasa nyaman yang tersisa, pun
rasa kecewa, amarah dan yang lainnya. Masalah perasaan yang sakit, memang tak
bisa hilang bukan? Biarkan semua nya itu menjadikan pengalaman yang ngga bakal
aku lupain.
Oh ya korelasi bagaimana menjadikan semuanya menjadi “biasa
saja” lagi, tentu susah sekali. Apapun yang sudah menjadi “tidak biasa” tentu
gabisa menjadi “biasa saja” lagi.
Contoh diatas aku butuh waktu satu tahun
untuk berjarak, memaafkan dan melupakan semuanya, toh hasilnya aku tetap “tidak
biasa” saat bertemu, tetap merasakan sakit yang sama.
Tapi mungkin karena waktu
sakit yang aku rasa lama lama berkurang, lama lama memberiku kesempatan aku
untuk bertemu dengan orang-orang yang baru dan mungkin besok lama lama aku lupa
dan bisa menganggap semuanya menjadi “biasa saja” lagi.
Tips dan Trik nya ni hehe :
Pertama, lapangkanlah dada kalian, berilah maaf
seluas-luasnya bagi siapapun itu. Kalau masih merasa sakit, itu wajar
biarkanlah ia tersisa disana tapi jangan benci orangnya. Be cool aja
Kedua, fokuskan diri pada berbagai kegiatan, biar lupa, biar
waktumu ngga kebuang sia sia dengan galau alay hehe. Ini manjur sih menurutku
Ketiga , boleh kok tetep keep contact dengan orang yang
meninggalkan luka, meskipun dengan beda porsinya, beda posisinya. Jaga silaturahmi
nya
Keempat , jangan lupa doain mereka. Mau ga mau kita harus
mengakui kalau dia atau mereka lah bagian besar dari kisah kita saat ini, itung
itung rasa terimakasih kita. Doa itu penting!
Hihi maaf kalau ada kata kata yang menyinggung atau apa. Dan
jangan menerka nerka ya, ngga boleh lo berprasangka yang engga – engga, disini
aku Cuma mau share pengalamanku aja, selebihnya semua itu hanya masa lalu yang
aku peluk erat- erat. Sudah tak berbekas.
Pertanyaan yang lain aku jawab di lain kesempatan ya, Aku
mau prepare kajian besok dulu hihi.
Terimaksih temen temen yang udah nanya, makasih juga udah baca blog curhatan ini, Aku terharu loh hehe.
Bersama Hujan malam ini
Nadhifah Azhar
Komentar
Posting Komentar